“Saya baik-baik saja, biasa-biasa saja…”. Itulah pesan terakhir Nurul F Huda, yang dikirim ke inbox (pesan masuk) facebook Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Batam Erni Mustika beberapa hari sebelum meninggal.
Erni memang rutin menanyakan kabar seniornya itu lewat facebook-nya. Nurul pun tak pernah berhenti membalasnya. Namun Nurul tak ingin teman-temannya resah, sehingga selalu membalas dengan kata-kata “kondisinya baik”.
“Karakternya memang begitu, tidak suka mengumbar penderitaannya,” kata Erni, tadi malam.
Namun kabar dari teman-temannya dari aktivis FLP maupun organisasi lain yang aktif berkomunikasi dengan Erni mengatakan, bahwa kondisi Nurul terus memburuk, terutama setelah meninggalkan Batam, kembali ke Yogyakarta.
“Dia sempat mengungsi saat Merapi meletus, Setelah itu kondisinya terus menurun (ada infeksi paru-parui selain Jantung, red),” kata Erni. Kabar terakhir sebelum koma, berat badan Nurul turun drastis, tinggal 34 kilo gram. “Tapi dia selalu bilang kondisnya baik, bahkan menjelang dia koma empat hari lalu,” ujar Erni.
Sahabat Nurul, Lely Tanjung seperti yang dimuat Ira MH.Syamsuddin di blognya http://dibumi.wordpress.com, juga mengambarkan kondisi terakhir Nurul, saat ia menjenguk di RS Sardjito Yogyakarta, Sabtu (14/5) lalu.
“Semakin kurus dan tirus, tangannya sudah sangat kecil karena kurusnya, mengis-mengis (ngos-ngosan, red) dan kalo berbicara hampir tak terdengar suaranya, sudah transfusi darah satu kantong kemungkinan malam ini kantong kedua. Mohon doa dan supportnya selalu sahabat…,” ujar Lely di blog Ira tersebut.
Melalui blog itu pula, Ira mengetuk pintu hati teman-temannya untuk memberikan bantuan kepada Nurul. Salah satunya dengan menawarkan membali buku-buku Nurul yang covernya dipajang di blog tersebut.
Termasuk buku terbaru Nurul berjudul: Hingga Detak Jantungku Berhenti. Sebuah buku yang mengisahkan penderitaan Nurul yang sejak kecil sakit Jantung dan terpaksa menjalani beberapa tahapan operasi katup jantung, ditambah infeksi paru-paru menahun yang makin membuat kondisi kesehatan Nurul menurun.
“Ujian yang sungguh berat dengan status single mother dengan sepasang putra putri yang tak pernah pupus harapan untuk kesembuhan ibundanya,” tulis Ira di blognya.
Dukungan moral juga terus berdatangan dari teman-teman Nurul. Itu terlihat dari pesan-pesan yang masuk ke Facebook-nya maupun di blog Nurul yang hingga saat ini masih aktif.
Namun ternyata, Allah berkendak lain. Perjalanan panjang Nurul melawan sakit jantung dan infeksi paru-paru, plus kemelut rumah tangganya (berpisah dengan suaminya, red) berakhir Rabu (18/5) dinihari, pukul 03.15 di di RSUD Sardjito Yogyakarta.
Informasi wafatnya sang penulis, sang inspirator, sang novelis dan sang aktivisi Forum Lingkar Pena (FLP) ini pun menyebar cepat. Facebook Nurul pun penuh dengan ucapan belasungkawa.
Erni, selaku teman dekat Nurul selama bertahun-tahun di Batam, mengaku sangat kehilangan. Apalagi baginya, Nurul adalah sosok penuh dengan ide-ide cemerlang, penuh cita-cita dan semangat yang meluap-luap.
Erni juga mengakui, Nurul adalah sosok perempuan hebat dan berbeda dengan perempuan lain. Pemikirannya yang luas dan penuh dengan ide kreatif menjadikannya selalu lebih maju selangkah dibandingkan yang lain.
“Dia terus mengajarkan agar tetap berpikir positif walau dalam keadaan sesulit apapun,” ujar Erni. Ia tak dapat membendung air matanya karena kehilangan sahabat yang ia kagumi itu.
Erni menambahkan, kepribadian Nurul yang supel, menjadikannya mampu bergaul dengan siapapun bahkan cepat diterima dikalangan manapun. Dalam berdialog atau berbicara dengan siapa pun itu, sosok Nurul selalu mampu menyesuaikan diri dan cepat menerima serta mengerti maksud orang tersebut. “Tulisan dan kepribadiannya penuh inspirasi. Dia sosok perempuan yang sangat sabar,” imbuhnya sembari menghela nafas panjang.
Bukan hanya Erni, lebih dari 4.992 sahabatnya di Facebook juga sangat kehilangan. Ucapan duka terus mengalir, meski Nurul tak mungkin lagi membaca ucapan-ucapan itu.
Tak hanya itu, pencinta buku-buku karya Nurul juga sangat kehilangan. Sekadar informasi, Nurul telah membuat puluhan buku dan telah beredar di masyarakat. Antara lain, Balada Cinta Sikembar, Bayangan Bidadari, DET 1 Story At School, DET 2 Story At Yogyakarta, DET 3 Story At Loji House, DET 4 Story At The Party, DET 5 Story At The Store, DET 6 Story At Dinner, Dua Lelaki Pilihan, Hantu Pocong, Hanya Karena Cinta, Hati Pualam Adinda, Kisi hati Bulan, La Tansa, Menjemput Bidadari, Muslimah Apartemen, Pangeran Impian, Parcel Mini Latansa, Pipit Tak Selamanya Luka, Proses Kreatif Penulis Hebat, Sebab Aku Cinta, Semua Atas Nama Cinta, Kiat Membentuk Anak Berkarakter Hebat, dan yang terbaru berjudul: Hingga Detak Jantungku Berhenti.
Nurul memang dikenal penulis handal. Bahkan, untuk menularkan semangat menulis dan terus berkarya, ia mendirikan komunitas Forum Lingkar Pena (FLP) dan juga aktif di berbagai organisasi lainnya.
Namun yang paling terpukul kebergian Nurul adalah Pipiet Senja. Dia juga penulis sama seperti Nurul. Ia menulis buku remaja, anak-anak, ABG dan memoar; 103 judul, menulis dalam bahasa Indonesia dan Sunda, serta masih banyak lagi karyanya.
Di sebuah forum jejaring sosial, kemarin, Pipiet menuliskan kisah pertemanannya dengan Nurul dengan judul: Selamat Jalan Nurul F Huda: Telah Kusunting Karya Terakhirmu: Hingga Detak Jantungku Berhenti. Kenangan Bersama Nurul F Huda: Buku Senantiasa Menautkan Kita.
Di forum itu, Pipiet menceritakan pertemuannya hingga jelang ajal menjemput Nurul. Antara lain, Pipiet menceritakan pertemuannya awal 2010 lalu. Saat itu Nurul bersama dua anak dan seorang temannya sempat menemuinya. Nurul sempat curhat kondisi kesehatan dan kemelut rumah tangganya.
“Ini hanya kepada Teteh, mohon jangan disampaikan kepada teman-teman kita, ya,” katanya sambil menahan kepedihan yang dalam di matanya.
“Sepertinya, saya akan memutuskan satu pilihan dalam sejarah hidupku,” ujar Nurul pada Pipet.
“Jika menurutmu itu lebih baik, ya, ambil sajalah. Tidak mengapa hidup menjadi seorang janda, Dek. Insya Allah, Teteh percaya, dirimu tangguh, muslimah yang istiqomah,” kata Pipiet.
“Rekam sejarahmu, Dek, ayo, jangan pernah malu untuk menuliskannya. Menulis ini bisa menjadi terapi jiwa untuk kita, Dek, biarlah apa kata orang. Kita menulis, menulis, menulis sajalah,” ujar Pipet yang ia tuliskan dialognya dengan Nurul di forum itu.
Suatu hari, kata Pipiet, terkirimlah dari tangan Nurul sebuah naskah, kisah inspirasi. “Sepanjang menyunting bukunya ini, air mataku sering mengalir deras,” kenang Pipet.
Dan, akhirnya sekitar dua bulan yang lalu, Pipiet mengabarkan ke Nurul via SMS bahwa bukunya telah turun cetak. “Senangnya, beneran ya Teteh (Nurul memanggil Pipiet Teteh, red)?” kata Nurul saat itu ke Pipiet.
Terakhir Pipiet bertemua Nurul di Kaliurang, saat Munas FLP. “Dia tampak kurus sekali, napasnya tersengal-sengal saat menaiki undakan tangga dan dia memang khusus menemuiku,” kata Pipiet.
“Demi Tetehku sayang aku ke sini,” ujar Nurul riang pada Pipet. Mereka berpelukan erat sekali. Seolah-olah takkan pernah berpelukan lagi, dan ternyata demikianlah adanya.
“Insya Allah karyamu akan diterbitkan,” kata Pipiet menegaskan. “Itu baru satu sekuel, ya, hayo ditambah lagi.”
“Ya, Teteh, aku akan terus menulis…yah, hingga detak jantungku berhenti!” jawa Nurul pada Pipet. “Harus tebal, ya Dek,” kata Pipiet lagi. “Iya, Teteh…, doakan ya, doakan,” jawab Nurul sambil kembali berpelukan dan bertangisan.
Pipet juga merasa senasib dengan Nurul, sebagai penulis dan punya kelainan bawaan. Sepanjang hayat Pipiet harus terhubung dengan dokter, peralatan medis dan berbagai hal urusan obat.
“Kami sama-sama mengalami berbagai hal keajaiban dalam hidup; pertolongan dari Sang Maha Kasih, setiap kali kami merasa terpuruk, terzalimi atau teraniaya,” tulis Pipiet di forum itu.
“Selamat jalan, adikku cinta (Nurul)… Insya Allah, dirimu akan mendapat tempat terindah di jannah-Nya. Karena engkau muslimah yang solehah, tangguh, mandiri dan pantang menyerah. Doaku untukmu, Dinda Nurul F Huda!” tulis Pipiet.
Pipiet juga sempat menuliskan prolog Nurul di buku terakhirnya berjudul:
Hingga Detak Jantungku Berhenti. Berikut prolognya: Prolog Nurul F Huda: Saat ini, aku menjadi single mother bagi dua anakku, Fathin (saat buku ditulis umurnya 8 tahun) dan Azizah (7 tahun). Secara fisik, anak-anakku tumbuh dengan sehat, relatif gemuk (makan sehari kadang 4 kali, pagi-siang-sore-malam). Belum termasuk cemilan dan susu. Mereka juga menikmati bermain, melakukan apa yang disenangi.
Fathin hobi ilmu pengetahuan dan teknologi, Azizah hobi seni, dan relatif tidak mengalami kendala psikologis yang berarti meski harus menghadapi kenyataan memiliki keluarga yang berbeda.
Ya, tentu mereka pernah menanyakan, dengan nada protes ataupun sedih, tetapi tidak sampai membuat mereka murung. Aku berusaha menciptakan kondisi senyaman mungkin bagi mereka agar kesedihan terkurangi.
Membangun kedekatan, optimisme, dan keyakinan bahwa kondisi ini adalah yang lebih baik dari sebelumnya. Tentunya dengan terus berusaha membawa kondisi kami menjadi semakin baik, semakin baik lagi.
Fathin dan Azizah bagiku adalah mukjizat. Di saat ada ibu-ibu sehat yang melahirkan bayi cacat, ibu-ibu yang tidak mengkonsumsi obat “berbahaya” dan ternyata melahirkan bayi tidak sempurna, maka atas nama apa aku memaknai keberadaan Fathin dan Azizah jika bukan mukjizat-Nya? Karena itu, aku berusaha agar selalu ingat bahwa mereka harus aku didik menjadi hamba-Nya yang sepenuhnya mengabdikan hidup untuk jalan Tuhan. Semoga aku mampu, dengan pertolongan-Nya. Amin…
Sekadar gambaran juga, buku baru Nurul itu dipastikan menguras air mata pembacanya. Sedikit penggalan isinya: Thik thik thik… Ya Tuhan! Bunyi apa itu? Kenapa suaranya begitu dekat dan… seolah dari dalam tubuhku? Tadi siang, suaranya itu tidak kudengar. Saat di ICCU juga. Ruang yang sunyi di larut malam itu makin mengeraskan bunyi aneh tersebut. kudekatkan kepala ke dada. Ya Tuhan! Benar! Dari dalam sana! Otakku segera bekerja. Operasi katup jantung dan bunyi yang keras. Satu-satunya kemungkinan adalah; katupku yang berbunyi itu, Mengapa? Itu yang akau tidak tahu.
Paginya, barulah aku diberitahu Abah dan ibu tentang semua proses operasiku dari saat aku mulai tidak sadar hingga kembali ke sal. Sebuah proses operasi yang menegangkan. Pertama, jalannya operasi itu sendiri.
Kulit diiris, tulang dada digergaji, jantung diangkat, diiris di bagian atas, dan diperbaiki yang sakit. Kedua, operasiku diulang dua kali secara bersusulan hingga waktu operasi yang sedianya 4 jam menjadi 10 jam karena operasi pertama dengan perbaikan katup tidak membuat kondisiku membaik.
“Jadi… Ini katup platina, katup yang harus membuat Ani (nama panggilanku di keluarga) minum obat, cek laborat dan cek ke rumah sakit seumur hidup…” aku sedih. Episode sakit jantung selama 4 tahun berobat jalan ternyata masih ada kelanjutannya.
dr H. Budi Yuli Setianto, SpPD(K),SpUP(K), Dokter Spesialis jantung dan pembuluh darah di RSUP Dr.Sardjito yang selama ini merawat Nurul pun memberikan pengantar di buku Nurul itu: “Menjalani kehidupan sebagai pasien jantung sejak kecil, dioperasi dan diganti katup bilik kirinya dengan katup metal sehingga harus minum obat pengencer darah, dicheck kekentalan darahnya, bukanlah hal yang diharapkan siapapun. Juga Nurul. Namun, ketika itu ia alami, saya melihat pasien yang mengobati diri dengan pikiran positif. Ia selalu tersenyum saat Check up. Ia memberikan kontribusi dan peran lewat tuliwsan-tulisannya. Buku ini bukan sekadar kisah pasian jantung, buku ini sebuah inspirasi tentang bagaimana menjalani kehidupan, apapun hal yang kita hadapi.”