2008-07-24

Kejamnya Diskriminasi Dunia Pendidikan

Pelanggaran hak asasi manusia mewarnai penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2008 ini. Wijaya, seorang tunanetra alumni SMA Negeri 66 Jakarta Selatan, setelah lolos seleksi Ujian Masuk Bersama (UMB) Fakultas Tarbiyah jurusan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif Hidayatullah, saat daftar ulang ditolak oleh pihak universitas, karena dia tunanetra. Uang yang telah dibayarkan sebesar Rp 1,850,000 dikembalikan kepada yang bersangkutan, sementara semua berkas pendaftaran ulang yang telah diserahkan hingga kini tetap ada pada pihak perguruan tinggi.
Sudah sejak tahun 80an, atau bahkan mungkin sebelumnya, universitas yang dahulu bernama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) ini membuka diri pada hadirnya tunanetra untuk belajar di sana di berbagai jurusan yang ada, termasuk Fakultas Tarbiyah. Dan, dari kampus yang berlokasi di kawasan Ciputat ini, telah lahir sejumlah sarjana tunanetra yang saat ini telah berkiprah di masyarakat pada bidang mereka masing-masing. Bahkan, tahun lalu, seorang tunanetra dari Fakultas Dakwah lulus dengan predikat terbaik.
Tapi entah mengapa, tiba-tiba perguruan tinggi yang semula ramah pada tunanetra itu mengubah pendiriannya. Wijaya, siswa tunanetra yang sejak di awal masa studinya senantiasa mendapatkan layanan dampingan dari Yayasan Mitra Netra, setelah lolos ujian masuk bersama yang diselenggarakan pada pertengahan bulan Juni lalu, ditolak dengan alas an karena dia tunanetra. Bersama Wijaya, Arif, yang juga satu SMA dengannya, saat ini sedang mempersiapkan diri belajar di FISIP Universitas Indonesia, jurusan kesejahteraan social. Dari catatan Mitra Netra, terdapat empat tunanetra lain yang saat ini sedang menempuh studi di UIN, salah satu di antaranya Rafiq, juga belajar di Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam. UIN, sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi yang juga berfungsi sebagai "agen perubahan", telah menodai dirinya sendiri dengan perlakuan diskriminasi kepada satu anak bangsa yang dengan sungguh-sungguh ingin mengembangkan dirinya. Apakah kekerasan dalam pendidikan semacam ini akan terus dibiarkan? Jakarta, 17 Juli 2008 Aria Indrawati Kabag Humas Yayasan Mitra Netra Sumber : Hermaini Pematasuri (Milista TIFA Foundation) Di Kutip Dari Forum Pembaca Koran Kompas.


Artikel Terkait:

8 comments:

kondisi pendidikan saat memang membuat kita miris hati kita..semuanya harus bayar dan begitu mahal.

dunia pendidikan sekarang telah berubah fungsi jadi mesin pencari uang, bukan untuk mendidik lagi

benar kata bung Oeoes, lembaga pendidikan telah berubah fungsi menjadi mesin pencari uang. mahasiswa diperas habis tetapi tidak mendapat apa2, liat saja output dunia pendidikan kita;mengenaskan!
komeersialisai pendidikan adalah akar masalahnya dan anehnya akar masalah ini akan dilegalkan oleh pemerintah kita, rancangan undang-undang badan hukum pendidikan adalah salah satu bentuk pelegalan KOMERSIALISAI PENDIDIKAN!
Tolak RUU BHP, Wujudkan Pendidikan yang Ilmiah, Demokratis dan Mengabdi Pada Rakyat.

Dari dulu sampai sekarang memang tak ada perubahan. Dunia pendidikan masih saja dibayang-bayangi potret buramnya.

Tak seharusnya dunia pendidikan sebagai wilayah pencerdasan bangsa ini menjadi "teror" bagi masyarakatnya, termasuk para penyandang cacat ini.

Seperti yang sudah pernah saya sampaikan, ada baiknya Indonesia menerapkan pendidikan berkonsep Pancasilais, dengan mengutamakan persamaan hak secara berkeadilan.

Tapi permasalahan vitalnya tentu saja ada pada pengelola lembaga pendidikan itu sendiri. Mereka harus lebih iklas menjadi "agen perubahan" atas masa depan anak negeri ini. Siapapun itu!

bergitulah Indonesia..
aku sangat ngerti,,
gue MaBa nih.. hehehehe.
jadi seenggaknya bisa mengerti keadaan saat ini..
kita penerus bangsa!
Harus bisa merubah keadaan yang semakin bobrok!
MEREDEKA!!!! (bentar lagi agustusan. huahahaha)

ya begitu lah pak... seperti apa yang dikatakan orang bijak... ada uang, ada broker... hehehehe

yah begitu lah potret pendidikan bangsa ini....semua pasti ad persyaratannya...mulai dari syarat biaya yang tinggi, sampai dengan kelengkapan fisik seseorang....bgmn mereka yang mempunyai kekurangan fisik bisa maju/ sekedar bertahan hidup..kl ingin meniti ilmu saja sudah tidak di beri jalan oleh intitusi pendidiknya :

Betul Betul.....
Adikku dulu juga diperlakukan sama...
Meski namanya telah tercantum sebagai murid baru sebuah SMP di Malang, tapi ia ditolak hanya karena adikku memiliki kaki cacat...
Apakah semua orang cacat harus disishkan???

Post a Comment